“Anak saya kecil banget dibanding teman sebayanya. Tapi makannya banyak, kok. Apakah dia stunting?”
Pertanyaan seperti ini sering muncul dari orang tua yang khawatir, namun belum sepenuhnya paham apa sebenarnya stunting itu.
Stunting bukan sekadar anak pendek. Ini adalah kondisi serius yang terjadi saat anak tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup dan berkualitas dalam waktu lama, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga usia dua tahun. Akibatnya, pertumbuhan tinggi badan terhambat, dan lebih jauh lagi, kemampuan belajar, kekebalan tubuh, hingga masa depan anak juga bisa ikut terganggu.
Mengapa Stunting Perlu Jadi Perhatian?
Karena efeknya tidak hanya terlihat di fisik anak, tapi juga berdampak jangka panjang pada kehidupannya kelak:
- Anak lebih rentan terhadap penyakit infeksi
- Performa belajar cenderung rendah
- Risiko gangguan metabolik saat dewasa (misalnya diabetes & hipertensi)
- Potensi ekonomi & produktivitas di masa depan menurun

Bukan Salah Ibu, Tapi Waktunya Kita Tahu Lebih Awal
Stunting bukan hal yang memalukan, dan bukan juga takdir yang tidak bisa diubah. Banyak orang tua merasa bersalah ketika anaknya didiagnosis stunting, padahal yang dibutuhkan adalah pemahaman dan langkah nyata yang bisa dimulai hari ini.
Di artikel ini, kamu akan menemukan:
- Penjelasan sederhana tentang apa itu stunting
- Tanda-tanda awal yang bisa diamati di rumah
- Penyebab yang sering tidak disadari
- Cara mencegah dan mengatasi stunting
- Contoh menu makanan bergizi terjangkau untuk anak
Yuk, mulai kenali lebih dalam. Karena setiap orang tua berhak merasa yakin bahwa anaknya tumbuh sehat, kuat, dan cerdas, apa pun latar belakang ekonominya.
Apa Itu Stunting?
Stunting adalah kondisi ketika seorang anak mengalami gangguan pertumbuhan yang menyebabkan tinggi badannya jauh lebih rendah dari standar usianya. Tapi tidak hanya itu, stunting juga memengaruhi perkembangan otak, imunitas tubuh, dan kemampuan belajar anak dalam jangka panjang.
Menurut WHO dan Kementerian Kesehatan RI, seorang anak dikategorikan mengalami stunting jika tinggi badan menurut usianya berada di bawah minus dua standar deviasi (< -2 SD) dari kurva pertumbuhan WHO.
Apa Maksudnya “-2 SD”?
Mari kita sederhanakan:
- Setiap anak memiliki standar tinggi ideal berdasarkan usianya.
- Jika tinggi badannya jauh di bawah rata-rata, lebih rendah dari 97% anak seusianya, maka itu disebut stunting.
- Ini bukan soal pendek karena genetik, tapi gagal tumbuh optimal karena masalah gizi dan kesehatan sejak dini.
Stunting Bukan Sekadar “Anak Pendek”
Banyak orang tua mengira stunting hanya soal tinggi badan. Padahal, dampaknya jauh lebih dalam, seperti:
- Perkembangan otak terhambat → anak sulit fokus, sulit menangkap pelajaran
- Imunitas tubuh menurun → anak lebih sering sakit
- Risiko penyakit dewasa meningkat → seperti diabetes & tekanan darah tinggi
- Produktivitas menurun saat dewasa
Stunting terjadi secara bertahap dan tidak langsung terlihat. Karena itu, pemantauan rutin dan pengetahuan sejak awal sangat penting.
Bedanya Stunting vs Gizi Buruk
“Anak saya kurus. Berarti dia stunting, ya?”
Tidak selalu. Ini salah kaprah yang sering terjadi. Yuk kita pahami bedanya:
Kriteria | Stunting | Gizi Buruk |
Definisi | Anak terlalu pendek untuk usianya | Anak terlalu kurus untuk tinggi badannya |
Penyebab | Kekurangan gizi kronis sejak 1000 HPK (hari pertama kehidupan) | Kekurangan makan akut atau penyakit yang menyebabkan berat turun cepat |
Waktu Terjadi | Berkembang perlahan dan bertahap | Bisa terjadi cepat dalam hitungan minggu atau bulan |
Tanda Fisik | Tinggi tidak sesuai umur, proporsi tubuh kecil | Berat badan sangat rendah, terlihat lemas/kekurangan energi |
Dampak Jangka Panjang | Gangguan tumbuh kembang otak dan produktivitas | Risiko kematian jika tidak segera ditangani |
Bisa Terjadi Bersamaan? | Ya, dan itu sangat membahayakan |

Apa Penyebab Stunting pada Anak?
Agar orang tua bisa mencegah stunting, penting untuk memahami penyebab utama stunting yang paling sering terjadi di Indonesia. Berikut penjelasannya:
1. Faktor dari Masa Kehamilan
“Kesehatan ibu = pondasi kesehatan anak.”
Banyak kasus stunting berakar sejak dalam kandungan. Jika janin tidak mendapatkan cukup nutrisi, pertumbuhannya akan terganggu sejak awal.
Faktor utamanya:
- Gizi ibu hamil yang kurang seimbang, ibu yang tidak mengonsumsi makanan bergizi saat hamil (terutama protein, zat besi, dan asam folat) berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, yang meningkatkan risiko stunting.
- Anemia dan infeksi selama kehamilan, Anemia ringan sampai berat sangat umum di Indonesia dan bisa menghambat aliran oksigen ke janin. Ditambah infeksi seperti malaria, ISPA, atau infeksi saluran kemih yang tidak tertangani.
- Usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, Kehamilan di usia remaja (di bawah 20 tahun) dan di atas 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi yang berdampak pada pertumbuhan janin.
- Kurangnya mikronutrien penting, Seperti zat besi, yodium, kalsium, dan vitamin A. Defisiensi zat gizi ini tidak selalu terlihat, tapi efeknya serius pada perkembangan otak dan tubuh janin.
2. Faktor Setelah Anak Lahir
“Makan banyak belum tentu cukup kalau tidak bergizi.”
Setelah lahir, anak membutuhkan nutrisi lengkap dan lingkungan yang sehat untuk terus tumbuh. Tapi banyak anak yang mengalami gangguan di fase ini.
Penyebab utamanya:
- Pola makan anak kurang protein dan kalori, banyak anak makan nasi dan kerupuk, tapi minim sumber protein seperti telur, ikan, atau daging. Kalori cukup penting, tapi tanpa protein hewani, pertumbuhan tetap terhambat.
- MPASI yang tidak sesuai kebutuhan, MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang terlalu encer, hanya dari karbohidrat, atau diberikan terlambat (di atas 6 bulan) membuat anak kekurangan nutrisi kritis saat masa tumbuh pesat.
- Infeksi berulang, anak yang sering sakit (terutama diare, infeksi saluran pernapasan, atau cacingan) sulit menyerap nutrisi dengan baik. Setiap kali sakit, pertumbuhan bisa mundur beberapa langkah.
- Lingkungan tidak higienis dan sanitasi buruk, Air kotor, kurangnya cuci tangan, dan lingkungan rumah yang lembap dan kotor dapat meningkatkan risiko infeksi. Ini membuat asupan gizi yang baik pun jadi sia-sia.
Solusinya bukan hanya soal makan, tapi juga menjaga kebersihan, vaksinasi lengkap, dan pengobatan infeksi sejak dini.
3. Faktor Pola Asuh dan Edukasi
“Pengetahuan ibu = perlindungan pertama untuk anak.”
Pola pengasuhan dan akses informasi juga berperan besar dalam mencegah atau memperparah risiko stunting.
Tiga hal yang sering jadi kendala:
- Kurangnya edukasi ibu tentang gizi anak, banyak orang tua belum tahu peran penting protein, mikronutrien, dan porsi makan yang ideal di usia 6–24 bulan.
- Mitos dan informasi keliru soal makanan, seperti anggapan bahwa anak kecil tidak boleh makan ikan atau telur karena takut alergi atau “panas dalam”. Atau menyangka camilan manis bisa menggantikan makanan utama.
- Akses terbatas ke posyandu atau puskesmas, di banyak daerah, layanan tumbuh kembang anak seperti pengukuran berat dan tinggi, imunisasi, serta konseling gizi belum dimanfaatkan secara optimal. Kadang karena jarak, tapi sering juga karena tidak tahu pentingnya.
Dukungan komunitas, edukasi visual, dan peran kader kesehatan sangat penting untuk menjembatani kesenjangan informasi ini.
Bagaimana Mengenali Tanda Stunting?
Stunting tidak selalu langsung terlihat. Anak bisa tampak sehat di luar, tapi sebenarnya tidak tumbuh sesuai potensinya.
Karena itu, mengenali gejala atau ciri-ciri anak stunting sejak dini sangat penting agar orang tua bisa segera mengambil langkah pencegahan atau penanganan.
1. Ciri Fisik yang Perlu Diperhatikan
❗ Tinggi badan tidak sesuai usia
Tanda paling umum dari stunting adalah anak tampak lebih pendek dibanding teman sebayanya, bukan karena faktor keturunan, tapi karena pertumbuhan yang terhambat akibat kekurangan gizi kronis.
Contoh:
Jika anak usia 2 tahun seharusnya memiliki tinggi sekitar 83–87 cm, namun hanya mencapai 75 cm dan tidak ada kenaikan signifikan selama beberapa bulan, ini bisa menjadi sinyal awal stunting.
❗ Berat badan stagnan atau naiknya sangat lambat
Berat badan yang tidak bertambah secara konsisten selama beberapa bulan adalah tanda bahwa tubuh anak tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh.
Banyak orang tua hanya memperhatikan berat saat anak sakit. Padahal, berat badan yang stagnan tanpa alasan jelas perlu diwaspadai.
❗ Pertumbuhan lambat dari bulan ke bulan
Anak stunting sering terlihat “kecil tapi sehat”. Namun jika diukur secara berkala, akan terlihat bahwa tinggi dan beratnya selalu di bawah grafik pertumbuhan ideal (KMS/WHO).
“Anak saya aktif, makannya lahap, tapi kok tetap pendek ya?”
Ini bisa jadi tanda stunting jika pertumbuhannya tidak sesuai grafik usia, meskipun terlihat sehat secara umum.
2. Ciri Perkembangan & Perilaku
Stunting juga bisa memengaruhi otak dan emosi anak, bukan hanya fisiknya saja.
❗ Keterlambatan bicara dan perkembangan kognitif
Anak yang stunting bisa mengalami kesulitan memahami instruksi sederhana, atau bicara lebih lambat dibanding anak lain seusianya.
Biasanya baru terlihat setelah usia 18 bulan ke atas.
❗ Sulit konsentrasi, mudah sakit
Tubuh yang kekurangan nutrisi membuat daya tahan tubuh anak menurun. Akibatnya:
- Anak lebih mudah terkena infeksi (batuk, pilek, diare)
- Sulit fokus saat bermain atau mendengarkan cerita
- Rewel karena tubuhnya tidak nyaman
❗ Tidak seaktif anak lain seusianya
Anak stunting cenderung lebih diam, cepat lelah, dan tidak semangat bermain, terutama dalam aktivitas yang melibatkan gerak fisik.
Ini sering disalahartikan sebagai sifat pemalu atau pendiam, padahal bisa jadi akibat tubuh yang tidak cukup kuat karena kurang gizi.
Kapan Harus Waspada?
Jika kamu melihat satu atau lebih ciri berikut ini secara konsisten:
- Tinggi anak tidak bertambah dari bulan ke bulan
- Berat badan naiknya sangat lambat atau stagnan
- Anak kurang aktif dibanding teman seusianya
- Perkembangan bicara terlambat
Segera konsultasikan ke posyandu, puskesmas, atau dokter anak. Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan.
Tips Cek Mandiri di Rumah
- Ukur tinggi dan berat anak setiap bulan, bandingkan dengan grafik pertumbuhan dari WHO atau buku KIA.
- Catat dan pantau perubahan dari bulan ke bulan, jangan hanya lihat “anak gemuk atau kurus”, tapi perhatikan juga pertambahan tinggi dan berat secara berkala.
- Gunakan alat bantu digital, seperti kalkulator pertumbuhan anak untuk memudahkan pemantauan.
Apakah Stunting Bisa Dicegah atau Disembuhkan?
Jawabannya: YA, stunting bisa dicegah.
Bahkan jika anak sudah menunjukkan tanda-tanda awal, intervensi sejak dini masih bisa membantu memperbaiki tumbuh kembangnya.
Yang penting adalah orang tua tahu apa saja langkah yang bisa dilakukan sejak awal, mulai dari masa kehamilan hingga usia anak 5 tahun.
1. Pencegahan Sejak Masa Kehamilan
Stunting sering kali dimulai bahkan sebelum bayi lahir. Maka dari itu, kondisi ibu hamil sangat menentukan.
Langkah penting yang bisa dilakukan ibu hamil:
- Periksa kehamilan secara rutin di puskesmas atau bidan, minimal 6 kali selama masa kehamilan. Pemeriksaan ini membantu mendeteksi anemia, tekanan darah tinggi, atau infeksi yang bisa mengganggu tumbuh kembang janin.
- Konsumsi zat besi, asam folat, dan suplemen kehamilan lainnya, zat besi mencegah anemia. Asam folat membantu perkembangan otak dan sumsum tulang belakang janin.
- Konsumsi makanan bergizi seimbang setiap hari, utamakan protein hewani seperti telur, ayam, ikan, dan susu. Sertakan sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, dan buah lokal.
- Cegah infeksi dan jaga kebersihan, Gunakan alas kaki di kamar mandi, cuci tangan dengan sabun, dan hindari makanan mentah yang bisa memicu infeksi.
Ingat: tubuh bayi berkembang paling pesat selama 9 bulan di kandungan. Gizi ibu hari ini = kesehatan anak di masa depan.
2. Pencegahan Setelah Lahir
Setelah anak lahir, fase penting 1000 Hari Pertama Kehidupan masih terus berlanjut, dan ini adalah waktu emas untuk mencegah stunting.

✅ Langkah nyata yang bisa dilakukan orang tua:
- Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, tanpa tambahan makanan atau minuman lain. ASI mengandung semua zat gizi dan antibodi penting untuk bayi.
- Mulai MPASI tepat waktu pada usia 6 bulan, jangan terlalu cepat atau terlalu lambat. Mulailah dengan makanan lunak yang tinggi kalori dan kaya protein.
- Pastikan ada protein hewani di setiap porsi MPASI, misalnya: telur, ikan, daging ayam, hati ayam, atau tempe + ikan teri untuk campuran. Protein hewani terbukti paling efektif mencegah stunting.
- Lindungi anak dari infeksi berulang, jaga sanitasi rumah, gunakan air bersih, dan biasakan cuci tangan sebelum makan atau mengolah makanan.
Makanan bukan hanya soal kenyang, tapi soal kualitas gizi. Gizi yang baik hari ini bisa menentukan tinggi dan kecerdasan anak esok hari.
3. Intervensi Saat Anak Terindikasi Stunting
“Kalau anak saya sudah terlambat tumbuh, masih bisa dikejar?”
Masih bisa. Stunting bukan akhir dari segalanya. Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang pertumbuhannya bisa kembali mendekati normal.
Berikut langkah intervensi yang disarankan:
- Periksa ke puskesmas atau posyandu terdekat, anak akan ditimbang dan diukur tinggi badannya. Petugas akan memantau grafik pertumbuhannya dan memberi saran gizi.
- Ikuti program PMT (Pemberian Makanan Tambahan), pemerintah sering menyediakan makanan tambahan bergizi (seperti biskuit tinggi protein atau bubur kacang hijau) untuk anak berisiko stunting.
- Berikan nutrisi tambahan di rumah, jangan hanya saat sakit. Catat berat dan tinggi anak setiap bulan, dan bandingkan dengan kurva pertumbuhan WHO atau KMS (Kartu Menuju Sehat).
Stunting bisa dicegah. Tapi kalau sudah terjadi, perlu langkah cepat, sabar, dan konsisten untuk memperbaikinya.
Kesimpulan Praktis untuk Orang Tua
Anak yang pendek bukan berarti stunting. Tapi anak yang terus-menerus tidak tumbuh sesuai usia, perlu segera ditangani.
Langkah pencegahan dimulai dari:
- Ibu yang sehat dan cukup nutrisi saat hamil
- ASI dan MPASI yang tepat
- Lingkungan bersih
- Pemantauan rutin dan dukungan tenaga kesehatan
Setiap orang tua bisa berperan besar. Dengan informasi yang tepat, kamu bisa bantu anakmu tumbuh sehat dan kuat.
Makanan dan Nutrisi untuk Mencegah Stunting
“Mencegah stunting bukan soal makan mahal, tapi soal makan yang bergizi dan sesuai kebutuhan anak.”
Anak yang cukup makan tapi tidak cukup gizi tetap berisiko mengalami stunting. Maka dari itu, penting untuk mengenali makanan pencegah stunting yang kaya zat gizi penting, terutama pada usia emas 6 bulan hingga 5 tahun.
1. Nutrien Penting yang Wajib Ada
Tidak semua makanan bergizi itu mahal. Yang penting adalah kualitas zat gizinya, bukan hanya banyaknya porsi.
Berikut adalah zat gizi utama yang sangat dibutuhkan untuk mencegah stunting, beserta contoh bahan makanan lokal yang mudah ditemukan:
✅ Protein Hewani — Penting untuk pertumbuhan tinggi dan massa otot
- Telur ayam (sumber protein lengkap + vitamin D)
- Ikan (ikan kembung, tongkol, lele, kaya omega-3 & zat besi)
- Daging ayam, hati ayam, dan hati sapi (kaya zat besi dan vitamin A)
- Susu dan olahannya (jika tersedia dan anak tidak alergi)
Protein hewani paling efektif untuk mencegah stunting dibanding protein nabati.
✅ Zat Besi, Zinc, dan Vitamin A — Menjaga kekebalan & mendukung tumbuh kembang otak
- Zat Besi: hati ayam, bayam, daging merah, kacang-kacangan
- Zinc: telur, ikan, tempe, biji-bijian
- Vitamin A: wortel, labu kuning, daun singkong, pepaya
✅ Lemak Sehat dan Karbohidrat Kompleks — Sumber energi dan bantu penyerapan nutrisi
- Lemak sehat: santan, minyak kelapa, alpukat, kuning telur
- Karbohidrat kompleks: nasi merah, singkong, ubi, jagung, kentang
Tambahkan sedikit minyak atau santan ke MPASI anak untuk menambah kalori secara sehat.
2. Contoh Menu Sehari untuk Anak 1–5 Tahun
Berikut ini adalah contoh menu sehari bergizi seimbang yang cocok untuk anak usia 1–5 tahun. Disusun berdasarkan pedoman gizi seimbang Kemenkes RI, dan bisa disesuaikan dengan bahan lokal di rumah:
Sarapan
- Nasi + telur ceplok + sayur bening bayam + segelas air putih
- Atau: bubur kacang hijau + irisan pisang
Camilan Pagi
- Potongan buah (pepaya/melon/pisang)
- Atau: bolu kukus berbahan dasar telur dan susu
Makan Siang
- Nasi + ikan goreng + tumis wortel dan buncis + tahu kukus
- Minuman: air putih atau teh tawar hangat
Camilan Sore
- Ubi rebus + teh manis hangat, atau
- Biskuit tinggi protein dari posyandu
Makan Malam
- Bubur ayam kampung + sayur labu kuning + telur rebus
- Atau: nasi + sup ayam sayur + tempe goreng
Tips Hemat tapi Tetap Bergizi
“Gizi lengkap tidak selalu mahal, asal tahu kombinasi bahan lokal yang tepat.”
- Beli ikan kecil lokal (ikan kembung, lele, teri) → Harganya lebih murah, gizinya luar biasa.
- Gunakan sayuran musiman → Lebih murah, lebih segar.
- Masak sendiri → MPASI buatan rumah lebih bergizi, tanpa tambahan gula dan garam.
- Campurkan bahan tinggi energi dan protein dalam setiap porsi → Misalnya: nasi + minyak + lauk + sayur + telur/hati.
Kombinasi sederhana seperti nasi + tempe + telur + sayur bening sudah bisa memenuhi kebutuhan dasar anak.
Ringkasan Praktis untuk Orang Tua
Kunci makanan pencegah stunting adalah: cukup protein, cukup energi, cukup zat gizi mikro.
- Utamakan protein hewani setiap hari, sekecil apa pun porsinya.
- Pastikan anak makan 3 kali sehari + 2 camilan sehat.
- Jangan takut mencampur makanan. Semakin beragam, semakin kaya nutrisinya.
Cara Memantau Tumbuh Kembang Anak di Rumah
“Jangan tunggu anak kelihatan sakit untuk tahu apakah tumbuhnya sehat.”
Pemantauan tumbuh kembang anak tidak harus menunggu anak terlihat “berbeda” dibanding teman sebayanya. Justru, pemantauan rutin bisa membantu mencegah stunting lebih awal, sebelum gejalanya muncul.
1. Kapan Perlu ke Posyandu atau Puskesmas?
Posyandu dan puskesmas bukan hanya tempat vaksinasi, tapi juga pusat pemantauan pertumbuhan anak.
Jadwal ideal pemantauan:
- 0–12 bulan: Setiap bulan sekali
- 1–5 tahun: Setiap 3 bulan sekali
Semakin dini dan rutin pemantauan dilakukan, semakin cepat masalah pertumbuhan bisa diketahui dan ditangani.
Apa saja yang diperiksa?
- Tinggi badan anak → Apakah sesuai usia?
- Berat badan anak → Apakah naik secara konsisten?
- Lingkar kepala → Untuk menilai pertumbuhan otak
- Riwayat perkembangan → Bicara, motorik, emosi
- Pemberian imunisasi, vitamin A, dan PMT (bila perlu)
Petugas kesehatan akan mencatat semua data ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) dan memantau apakah grafik pertumbuhan anak masih dalam jalur hijau atau mulai mengarah ke kuning/merah.
2. Alat Pantau Mandiri di Rumah
“Pemantauan bisa dimulai dari rumah, asal tahu cara dan alat sederhananya.”
Jika akses ke posyandu terbatas atau ingin lebih aktif memantau, orang tua bisa melakukannya sendiri di rumah dengan alat sederhana.
✅ Gunakan KMS atau Buku KIA (Kesehatan Ibu & Anak)
- KMS tersedia gratis dari puskesmas atau posyandu
- Terdapat grafik berat badan dan tinggi badan berdasarkan usia
- Catat hasil setiap pengukuran dan pantau apakah naik sesuai usia
✅ Ukur tinggi badan dengan alat sederhana
- Gunakan meteran kain atau tongkat kayu menempel di dinding
- Pastikan anak berdiri tegak tanpa alas kaki, tempelkan punggung ke dinding
- Ukur dari tumit ke puncak kepala dengan akurat
✅ Bandingkan hasil dengan grafik WHO
- WHO memiliki standar tinggi dan berat badan anak berdasarkan usia dan jenis kelamin
- Grafik ini bisa diakses di Buku KIA atau situs resmi WHO/Kemenkes RI
- Bila tinggi atau berat anak di bawah -2 SD dari standar, segera konsultasi ke tenaga kesehatan
Kapan Harus Waspada?
Perhatikan jika terjadi salah satu dari hal berikut:
- Berat badan anak tidak naik selama 2 bulan atau lebih
- Tinggi badan anak stagnan dari bulan ke bulan
- Anak lebih pendek dari 97% anak seusianya
- Anak tidak aktif, mudah sakit, atau lambat bicara
Segera bawa ke posyandu, puskesmas, atau konsultasi dengan dokter anak.
Stunting Bukan Takdir, Kamu Bisa Mencegahnya Mulai Hari Ini
“Kalau tahu lebih awal, banyak yang bisa dilakukan.”
Pernyataan ini didukung oleh strategi nasional pencegahan stunting; menurut Kemenkes, deteksi dini dan intervensi cepat sudah terbukti memperlambat hingga membalikkan dampak stunting.
Yuk, Segera Cek Pertumbuhan Anak!
- Ukur tinggi dan berat anak secara rutin (bulanan atau triwulanan).
- Bandingkan dengan grafik pertumbuhan WHO/KMS, lalu lihat apakah masih di jalur aman.
- Jika tinggi/berat < –2 SD: artinya anak terindikasi stunting, tindakan segera sangat penting!
Ayo, Kunjungi Posyandu atau Konsultasi Gizi
Kenapa kamu perlu mengunjungi Posyandu atau Konsultasi Gizi?
- Petugas akan mencatat pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Ada layanan tambahan seperti pemberian makanan tambahan (PMT) dan vaksinasi.
- Kamu bisa berkonsultasi langsung soal gizi, jadwal imunisasi, atau tips perbaikan pola makan.
Menurut UNICEF & WHO, pencegahan stunting bukan hanya soal nutrisi, tapi juga akses ke layanan kesehatan, kebersihan, dan edukasi gizi keluarga. Semua tersedia di posyandu dan puskesmas, yang seringkali jauh lebih dekat dari yang kamu kira.
Ringkasan Ajakan untuk Ibu Hebat:
- Tidak semua anak yang pendek berarti stunting, tapi anak yang tidak tumbuh sesuai usia harus segera ditangani.
- Deteksi dini, lewat pengukuran rutin, memberikan peluang besar untuk memperbaiki tumbuh kembang anak.
- Posyandu dan puskesmas bukan hanya tempat menunggu, tapi pusat penguatan tumbuh kembang melalui intervensi gizi dan edukasi.
- Setiap tindakan kecil seperti memberi makanan bergizi, memeriksa anak, dan berkonsultasi gizi adalah langkah besar menuju masa depan anak yang sehat, kuat, dan cerdas.
Langkah Selanjutnya:
- Klik tombol “Cek Pertumbuhan Anak” untuk menggunakan kalkulator sederhana dari kuinginsehat.id (segera hadir).
- Kunjungi posyandu / puskesmas terdekat untuk pemantauan dan edukasi lanjutan.
Dengan pemantauan yang konsisten, pola makan yang tepat, dan dukungan tenaga kesehatan, kamu sebagai orang tua bisa menjadi kekuatan utama untuk melawan stunting! Selamat menjalankan peran terbaikmu, anak tumbuh, keluarga pun bahagia.